Ehemm gini nih Pak, sebelumnya saya mau memperkenalkan diri dulu, nama saya Dipta, saya hanya seorang gadis berusia empatbelas tahun yang punya harapan buat Jakarta. Sebenernya lebih ke pelajar sih Pak. Jadi gini, saat ini kurikulum pelajaran yang saya terima dari sekolah ada tujuhbelas. Menurut saya itu terlalu banyak. Logikanya, guru aja cuma ngajar satu mata pelajaran. Oke, Anda pasti bilang guru SD bisa ngajar semua mata pelajaran. Saya terima. Tapi guru SD tidak terlalu mendalami materi-materi tersebut. Maksudnya, guru-guru SD tidak begitu mendalam saat mengajar matari-materi setiap mata pelajaran.
Jika guru saja hanya bisa mengajar satu mata pelajaran, mengapa murid harus bisa menguasai semua mata pelajaran? Belum lagi tugas-tugas yang menumpuk. Oke, tugas-tugas menumpuk bisa saya terima, tapi jumlah mata pelajarannya itu lho Pak yang gak nahan.. Tujuhbelas boooo... Belum lagi buku-buku yang menjadi bahan pembelajaran setiap mata pelajaran. Memang bagus apabila kita mendapat banyak referensi, tapi apa gunanya banyak buku sumber refensi jika isinya sama saja? Saat ini satu mata pelajaran saya mendapat tiga buku. Dua LKS dan satu buku paket. Itu untuk satu mata pelajaran. Dalam sehari, kamibisa mendapat lima sampai enam pelajaran. Itu artinya, kami membawa kira-kira beban seberat delapan belas sampai sembilanbelas buku pelajaran (belum termasuk buku tulis). Anda bisa bayangka betapa berat beban yang harus kami pikul untuk menuntut ilmu yang sebenarnya belum tentu masuk ke otak kami karena terlalu banyak yang perlu diingat.
Belum lagi waktu kami untuk istirahat yang kurang. Pelajar SMA pulang sekitar pukul 15.00 WIB. Bagi siswa-siswi yang memiliki supir pribadi mungkin tidak terlalu merasaknnya, tapi bagaimana dengan siswa-siswi yang menaikki kendaraan umum? Mereka harus berjibaku dengan orang-orang umum. Oke, itu hal sepele. Tapi tidak lagi sepele jika mereka berjibaku dengan orang-orang dalam kondisi banyak pikiran serta lelah seharian menuntut ilmu. Belum lagi bagi mereka yang harus les terlebih dahulu, mereka jauh lebih leleah. Misalnya mereka pulang jam 15.00 kemudian mereka pergi les dan pulang jam 19.00 mungkin sekitar jam 20.00 mereka sampai rumah (jika jalanan tidak macet karena orang kantor pulang). Sampai rumah mereka mandi, makan dan mengerjakan tugas yang kira-kira selesai jam 22.00. Besok paginya mereka harus bangun sekitar jam 4.30 untuk bersiap ke sekolah karena sekolah masuk pukul 6.30. Lntas kapan waktu kami untuk istirahat? Sabtu dan Minggu? Kami tetap mengerjakan tugas. Jika pun tidak, hari itu khusus untuk keluarga yang artinya kami tidak bisa istirahat. Satu hari duapuluh empat jam. Menurut saya, idealnya duapuluh empat jam itu dibagi tiga, yang pertama belajar delapan jam, istirahat delapan jam, dan bersenang-senang delapan jam.
Jadi untuk Gubernur Jakarta yang baru, kami mohon belas kasihmu. Setidaknya buat jam masuk sekolah kami agak lebih siang, sekitar jam 8.00 mungkin. Lihat orang Jepang, mereka masuk jam 8.00 dan pulang sekitar jam 15.00, tanpa banyak tugas, tanpa banyak kurikulum, tapi mereka mampu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar